BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada dasarnya, kita sebagai orang
islam mempunyai kewajiban untuk menjalankan sholat. Sebelum menunaikan sholat,
kita disyaratkan bersih (suci) baik dari hadats maupun najis. Sedangkan untuk
bersih (suci) baik dari hadats maupun najis, kita tidak bisa lepas dari yang
namanya air. Wudlu, Jinabat (mandi besar), serta mensucikan pakaian dan tempat
ibadah adalah beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan jika ada air yang
suci dan layak digunakan untuk bersuci. Mengingat betapa pentingnya air untuk
semua praktik ibadah kita dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah seharusnya
kita mengetahui mana air yang dapat digunakan untuk bersuci dan mana air yang
tidak boleh digunakan untuk bersuci. Karena keabsahan ibadah-ibadah yang kita
tunaikan sangat tergantung dari air yang kita gunakan untuk bersuci dari hadats
dan najis. Untuk itulah makalah ini disusun, selain diharakan agar kita sebagai
orang islam semakin memahami macam-macam
air serta segala sesuatu yang berkenaan dengannya, juga diharapkan agar dapat
menerapkan ilmu tentang bagaimanakah air yang suci dan dapat digunakan untuk
bersuci dalam kehidupan kita, sehingga
syarat sahnya kegiatan ibadah kita sehari-hari terpenuhi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Macam-Macam Air
kata “ Al-Miyah” yang artinya air-air, adalah jamak dari kata “Al-Ma’u”.
Asal kata Ma’un asalnya Mauhun; itulah sebabnya nampak huruf Ha’ pada jamaknya
itu. Air (Al-Ma’u) itu adalah nama zat cair yang meliputi yang sedikit dan yang
banyak; hanya saja air itu dijamakkan karena berbeda macamnya, ditinjau dari
hukum syara’. Sesungguhnya dalam hukum syara’ itu ada sesuatu yang dilarang dan
ada yang makruhkan.
Air yang dapat dipakai ialah air yang bersih (suci dan mensucikan) yaitu
air yang turun dari langit atau air yang keluar dari bumi yang belum dipakai
untuk bersuci.
Air yang suci dan mensucikan ialah:
1. Air hujan 5. Air salju
2. Air sumur 6. Air yang
keluar dari mata air
3. Air laut 7. Air embun
4. Air sungai
Pada dasarnya air yang dibagi menjadi
tujuh seperti yang dijelaskan di atas, air itu di bagi menjadi dua yaitu air
yang bersumber dari langit dan air yang bersumber dari bumi. Kemudian dengan
adanya proses penguapan dan lain sebagainya maka pembagian air tersebut menjadi
lebih diperinci. Dengan demikian sebagian orang enggan berwudu dengan air laut
karena rasanya asin, dan mereka mengira air laut tidak boleh digunakan untuk
berwudu.
Hal ini tentu saja salah karena air
laut itu suci dan mensucikan. Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada
Rasulullah, “Apakah kita dapatt berwudu dengan air laut?” Rasulullah menjawab:
“Air
laut itu suci dan bangkainya halal.”
Di dalam kitab An-Nihayah bahwa
mengenai adanya air laut sebagai alat penyuci, terdapat perbedaan pendapat di
kalangan sebagian ahli (ulama) pada masa permulaan Islam; dan seakan-akan untuk
mengemukakan lebih dahulu tentang perbedaan air laut, maka ibnu Hajar
(pengarang) memulai dengan memberikan hadits yang memberikan pengertian sucinya
air laut dan inilah yang menjadi hujjah jumhur ulama’.
B. Pembagian Air Menurut
Hukumnya
Ditinjau dari hukumnya, air dapat dibagi menjadi
empat bagian:
1. Air yang suci mensucikan
dan tidak makruh (thohir muthohir ghoiru makruh).
Air ini adalah air yang boleh dipakai untuk minum dan untuk mensucikan
(membersihkan) benda yang lain. Yaitu air yang masih murni yang jatuh dari
langit atau yang bersumber dari bumi dan masih tetap belum berubah keadaannya,
seperti: air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah hancur kembali, air
embun dan air yang keluar dari mata air. Allah telah berfirman pada QS Al-Anfal
: 11: “Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu
dengan hujan itu.”
Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaan atau sifatnya suci mensucikan.
Walaupun perubahan tersebut terjadi pada salah satu dari semua sifatnya yang
tiga yaitu; warna, rasa, dan baunya, adalah sebagai berikut:
a. Berubah karena tempatnya,
seperti air yang tergenang atau mengalir di batu belerang.
b. Berubah karena lama tersimpan.
c. Berbubah karena sesuatu yang
terjadi padanya, seperti berubah karena ikan.
d. Berubah karena tanah yang
suci, begitu juga berubah yang sukar memeliharanya misalnya berubah karena
daun-daunan yang jatuh dari poho-pohon yang berdekatan dengan sumur atau
tempat-tempat yang lainnya.
2. Air yang suci mensucikan
tetapi makruh (thohir muthohir makruhun).
Yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau
perak. Air ini makruh dipakai untuk badan. Tetapi tidak makruh untuk pakaian; kecuali
air yang terjemur di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat
yang bukan bejana, yang mungkin berkarat. Sabda Rasulullah saw. dari Aisyah.
Sesungguhnya ia telah memasakkan air pada cahaya matahari. Maka Rasulullah saw,
berkata kepadanya, “jangan engkau berbuat demikian, ya Aisyah. Sesungguhnya air
yang dijemur itu menimbulkan sopak.”(riwayat Baihaqi).
3. Air suci tetapi tidak
mensucikan (thohir ghoiru muthohir).
Zatnya suci tetapi tidak sah dipakai untuk
mensucika sesuatu. Yang termasuk dalam kategori ini ada tiga macam air:
a.
Air yang telah berubah salah ssatu sifatnya karena bercampur dengan sesuatu
benda yang suci, selain dari berubahan yang tersebut di atas seperti air teh,
air kopi, dan sebagainya.
b.
Air sedikit kurang dari dua kulah (tempatnya persegi panjang yang mana panjangnya=60
cm, dalamnya/tingginya=60 cm, jadi bila air dalam suatu wadah jumlahnya 270
liter). Sudah terpakai untuk menghilangkan hadats atau menghulangkan najis
sedangkan air itu tidak berubah sifatnya serta tidak bertambah timbangannya.
Ukuran jumlah 2 kulah sesungguhnya bersumber dari hadits nabawi ini:
“Dari Abdullah bin Umar ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, apabila
jumlah air mencapai 2 kulah, tidak membawa kotoran. Dalam lafadz lainnya, tidak
membuat najis.”
c.
Air pohon-pohonan atau buah-buahan, seperti air yang keluar dari tekukan
pohon kayu (air nira), air kelapa, dan sebagainya.
4. Air najis (ma’un najis).
Air yang termasuk kedalam bagian ini ada dua
macam:
a.
Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh dipakai
lagi, baik airnya sedikit atau banyak, sebab hukumnya seperti najis.
b.
Air bernajis tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau
sedikit berarti kurang dari dua kulah tidak boleh dipakai lagi, bahkan hukumnya
sama dengan najis. Kalau air itu banyak berarti dua kulah atau lebih, hukumnya
tetap suci dan mensucikan. Rasulullah bersabda : air itu dinajisi sesuatu,
kecuali apabila berubah rasa, warna, atau baunya.”(riwayatnya ibnu majah dan
baihaqi). Dalam hadits lain Rasulullah saw: “apabila air cukup dua kulah,
tidaklah dinajisi oleh sesuatu apapun.”(riwayat oleh ilmu ahli hadits).
BAB III
KESIMPULAN
1. Macam-macam Air
Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih (suci dan mensucikan)
yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk
bersuci.
Air yang suci dan mensucikan ialah:
a. Air hujan e. Air es/ air
salju
b. Air sumur f. Air yang keluar
dari mata air
c. Air laut g. Air embun
d. Air sungai
2. Pembagian Air Menurut
Hukumnya
Ditinjau dari segi hukumnya, air itu dapat dibagi empat bagian:
a. Air suci dan mensucikan,
yaitu air yang mutlak artinya air yang masih murni, dapat digunakan untuk
bersuci dengan tidak makruh, (air mutlak artinya air yang sewajarnya).
b. Air suci dan dapat
mensucikan, tetapi makruh digunakan, yaitu air musyamas (air yang dipanaskan
dengan matahari) ditempat logam yang bukan emas.
c. Air suci tetapi tidak dapat
mensucikan, seperti:
Air musta’mal (telah digunakan
untuk bersuci) menghilangkan hadats. Atau menghilangkan najis walaupun tidak
berubah keadaannya.
d. Air mutanajis yaitu air yang
terkena najis (kemasukan najis). Sedang jumlahnya kurang dari dua kulah, maka
air yang semacam ini tidak suci dan tidak mensucikan. Jika lebih dari dua
kulahdan tidak berubah sifatnya, maka sah untuk bersuci.
REFERENSI
Bali,Wahid Abdus Salam,2008.474
Ibadah Salah Kaprah.Jakarta:Amzah
Muhammad,Abubajar,Drs.1991.Terjemahan
Subulus Salam.Surabaya:Al-Ikhlas
Rifa’i, Moh., DRS.2004.Tuntunan
Shalat Lengkap.Semarang:Toha Putra
Suja’,Abi. Matan al-Ghayatu Wa Takrib.Surabaya:Al-Miftah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar