PEMBAHASAN
A.Pengertian
Asbabun Nuzul
Kalimat Asbabun Nuzul terdiri dari dua kata yaitu Asbab dan An-Nuzul. Kata
asbab adalah bentuk jamak dari kata sabab yang secara etimologi berarti : tali,
jalan, kedekatan, kasih sayang atau yang menghubungkan anatara satu dengan yang
lain. Sedangkan kata An-Nuzul adalah bentuk masdar dari kata nazala yang secara
etimologi berarti : turun, menempati atau berpindah dari atas ke bawah.
Adapun Asbab An-Nuzul secara terminology adalah
sesuatu yang menyebabkan diturunkannya ayat-ayat Al-Qur’an pada zaman turunnya
Al-Qur’an, seperti halnya sebab al-wurud yang secara khusus digunakan bagi
sebab terjadinya hadits.
Banyak pengertian terminologi yang dirumuskanoleh
para ulama, di antaranya :
1.
Menurut Az-Zarqani :
“Asbab An-Nuzul” adalah khusus atau sesuatu yang
terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya ayat Al-Qur’an sebagai penjelas
hukum pada saat peristiwa itu terjadi.
2. Ash-Shabuni :
“Asbab An-Nuzul” adalah peristiwa atau kejadian
yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan
peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang di ajukan kepada Nabi
atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
3. Shubhi Shalih :
“Asba An-Nuzul” adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya
satu atau bebrapa ayat Al-Qur’an ( ayat-ayat ) terkadang menyiratkanperistiwa
itu, sebagai respons atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum disaat
peristiwa itu terjadi.
4. Mana’ Al-Qthathan :
“Asbab An-Nuzul” adalah peristiwa-peristiwa yang
menyebabka turunnya Al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik
satu kejadian atau berupa pertanyaan yang di ajukan kepada Nabi.
Dari redaksi-redaksi pendefinisian diatas dapat
disimpulkan bahwa Asbab An-Nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang
melatarbelakangi turunnya ayat Al-Qur’an. Ayat tersebut dalam rangka menjawab,
menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari
kejadian-kejadian tersebut. Asbab An-Nuzul merupakan bahan-bahan sejarah yang dapat
dipakai untuk memberikan keterangan-keterangan terhadap lembaran-lembaran dan
memberinya konteks dalam memahami perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-bahan
sejarah ini hanya melingkupi peristiwa-peristiwa pada masa Al-Qur’an masih
turun ( ‘ashr at-tanzil ).
Bentuk-bentuk peristiwa yang melatarbelakangi
turunnya Al-Qur’an itu sangat beragam, diantaranya berupa : konflik sosial
seperti ketegangan yang terjadi antara suku aus dan khazraj; kesalahan besar,
seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami shalat dalam keadaan mabuk;
dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh seorang sahabat kepada Nabi baik berkaitan dengan sesuatu
yang telah lewat, sedang, atau yang akan terjadi.
Persoalan apakah seluruh ayat Al-Qur’an memiliki Asbab
An-Nuzul atau tidak, menjadi bahan kontroversi diantara para ulama. Sebagian
ulama berpendapat bahwa tidak semua ayat Al-Qur’an memiliki Asbab An-Nuzul. Sehingga,
ditturunkan tanpa ada yang melatarbelkanginya ( ibtida’), dan ada juga ayat Al-Qur’an
yang diturunakn dengan dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa (ghair ibtida’).
Pendapat tersebut hampir merupakan konsensus para
ulama. Akan tetapi, ada yang mengatakan kesejarahan arabia pra-Qur’an pada masa
turunnya Al-Qur’an merupakan latar belakang makro Al-Qur’an; sementara
riwayat-riwayat Asbab An-Nuzul merupakan latar belakang mikronya. Pendapat ini berarti menganggap
bahwa semua ayat Al-Qur’an memiliki sebab-sebab yang melatarbelakanginya.
A.
Kepentingan Dan
Kegunaan Asbab An-Nuzul
Az-Zaqani dan As-Suyuthi mensinyalir adanya
kalangan yang berpendapat bahwa mengetahui Asbab An-Nuzul merupakan hal yang
sia-sia dalam memahami Al-Qur’an. Mereka beranggapan bahwa mencoba memahami Al-Qur’an
dengan meletakkan kedalam konteks historis adalah sama dengan membatasi
pesan-pesanya pada ruang dan waktu tertentu, mempelajari ilmu ini juga sama
halnya dengan mempelajari sejarah, sebuah sejarah yang sudah usang ditelan
zaman. Namun, keberatan seperti ini tidaklah berdasar, karena tidak mungkin
menguniversalkan pesan Al-Qur’an di luar masa dan tempatpewahyuan, kecuali
melalui pemahaman yang semestinya terhadap makna Al-Qur’an dalam konteks
kesejahteraannya.
Sementara itu mayoritas ulama sepakat bahwa
konteks kesejahteraan yang terakumulasi dalam riwayat-riwayat Asbab An-Nuzul
merupakan satuan hal yang signifikan untuk memahami pesan-pesan Al-Qur’an.
Bahkan, Al-Wahidi menyatakan ketidakmungkinkan
untuk menginterpretasikan Al-Qur’an tanpa mempertimbangkan aspek kisah dan Asbab
An-Nuzul.
Dan setelah diteliti secara jeli ternyata dibalik
goresan tinta sejarah yang terbentang secara kurang lebih dua puluh tiga tahun
itu tersimpan rahasia dan manfaat. Banyak manuskrip yang mendokumentasikan
rahasia dibalik peristiwa bersejarah diturunkannya Al-Qur’an. Karena itulah
mempelajari ilmu ini tidak hanya sekedar mengulas lembaran sejarah yang telah
usang ditelan zaman, tetapi lebih dari itu ilmu ini menyimpan rahasia dan
manfaat yang tidak mungkin dimakan oleh zaman.
Dalam uraian yang lebih rinci, Az-Zarqani
mengemukakan urgensi Asbab An-Nuzul dalam memahami Al-Qur’an, sebagai berikut :
1. Membantu dalam memahami
sekaligus mengatai ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an. Di
antaranya dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 115 dinyatakan bahwa timur dan
barat merupakan kepunyaan Allah. Dalam kasus shalat, dengan melihat zahir ayat
di atas, seseorang boleh menghadap kemana saja sesuai kehendak hatinya. Ia
seakan-akan tidak berkewajiban untuk menghadap kiblet ketika shalat. Akan
tetapi setelah melihat Asbab An-Nuzul-Nya, tahapan bahwa interpretasi tersebut
keliru. Sebab, ayat di atas berkaitan dengan seseorang yang sedang berada
perjalanan dan melakukan shalat di atas kendaraan, atau berkaitan dengan orang
yang berjihad dalam menentukan arah kiblat.
Contoh kedua, diriwayatkan dalam Salih Al-Bukhari
bahwa Marwan menemui kesulitan ketika memahami Q.S. Ali Imran : 188
Marwan memahami ayat di atas sebagai berikut :
jika setiap orang bergembira denag usaha yang telah diperbuatnya, dan suka
dipuji atas usahanya yang belum dikerjakan, akan disiksa, kita semua akan
disiksa. Ayat tersebut dipahaminya demikian sampai ibn abbas menjelaskan bahwa
ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan ahli kitab. Ketika ditanya oleh Nabi
tentang sesuatu, mereka menyembunyikannya bahwa tindakannya dilur permintaan
Nabi. Mereka beranggapan bahwa tindakannya itu berhak mendapat pujian dari
Nabi. Maka turunlah ayat tersebut di atas.
2. Mengatasi keraguan
ayat yang diduga mengandung pengertian umum. Umpamanya dalam surat Al-An’am
ayat 145. Menurut Asy-Syafi’i, pesan ayat ini tidak bersifat umum
(hasr). Untuk mengatasi kemungkinan adanya keraguan dalam memahami ayat di
atas. Asy-Syafi’i menggunakan alat bantu Asbab An-Nuzul. Menurutnya, ayat ini
diturunkan sehubungan dengan orang-orang kafir yang tidak mau memakan sesuatu,
kecuali apa yang telah mereka halalkan sendiri. Karena mengharamkan apa yang
telah dihalalkan Allah dan menghalakan apa yang telah di haramkan Allah
merupakan kebiasaan orang-orang kafir, terutama orang Yahudi, turunlah ayat di
atas.
3. mengkhususkan ayat yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an,
bagi ulama yang berpendapat abhwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang
bersifat khusus (khusus As-sabab) dan bukan lafazh yang bersifat umum (umum
Al-lafazh). Dengan demikian, ayat “zihar” dalam permulaan surat Al-Mujadalah,
yang turun berkenaan dengan Aus Ibn Samit yang menzihar istrinya (khaulah Binti
Hakim Ibn Tsa’labah), hanya berlaku bagi kedua orang tersebut. Hukum zihar yang
berlaku bagi selain kedua orang itu, ditentukan dengan jalan analogi (qiyas).
4. Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat
Al-Qur’an turun. Umpamanya, ‘Aisyah pernah menjernihkan kekeliruan marwan yang
menunjuk Abd Ar-Rahman Ibn Abu Bakar sebagai orang yang menyebabkan turunnya
ayat : “Dan orang yang mengatakan kepada orangtuanya “Cis kamu berdua.....”(Q.S.
Al-Ahqaf: 17). Untuk meluruskan persoalan, ‘Aisyah berkata kepada Marwan; “Demi
Allah bukan dia yang menyebabkan ayat ini turun. Dan aku sanggup untuk
menyebutkan siapa orang yang sebenarnya.”
5. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat, serta
untuk memantapkan wahyu kedalam hati orang yang mendengarnya.
B.
Cara Mengetahui
Riwayat Asbab An-Nuzul
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rosulullah SAW.
Oleh karena itu, tidak boleh ada jalan lain untuk mengetahuinya, selain
berdasarkan periwayatan (pentranmisian) yang benar (naql ash-shalih) dari
orang-orang yang melihat atau mendengar langsung tentang turunnya Al-Qur’an.
Dengan demikian, seperti halnya periwayatan pada umumnya, diperluka
kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berkaitan dengan Asbab An-Nuzul.
Untuk itu dalam kitab Asbab An-Nuzul-nya, Al-Wahidi menyatakan: seseoran tidak
boleh berbicara tentang asbab An-Nuzul ayat Al-Qur’an kecuali dengan cara riwayat
atau sima’i dari orang-orang yang melihat, mengetahui, dan konsen dengan
masalah Asbab An-Nuzul Al-qur’an.
Implikasi
dari pendapat ini adalah, riwayat Asbab An-Nuzul dari seorang sahabat harus
diterima walaupun riwayat tersebut tidak dikuatkan dengan riwayat lain, karena
sahabat tidak mungkin melakukan ijtihad dalam masalah ini. Dalam konteks ini
riwayat tersebut tidak diterima kecuali denagn dua syarat. Pertama, hadits
tersebut harus dikuatkan denagn hadits mursal lainnya. Kedua, perawi hadits adalah
tabi’in yang terkenal bahwa riwayat-riwayatnya mengambil langsung dari para
sahabat seperti Mujahid, Ikrimah, dan Sa’id Bin Jubair.
Namun
ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Asbab An-nuzul dapat diketahui oleh
sahabat dengan ijtihad mereka melalui tanda-tannda yang menyelimuti atau yang
berkaitan dengan penurunan sebuah ayat. Menanggapi hal ini Nasr Hamid Abu Zaid
mengatakan bahwa ilmu asbab nuzul baru muncul pada masa tabi’in bukan pada masa
sahabat, karena para sahabat ketika itu mampu memahami Al-Qur’an tanpa harus
mengeksplorasi sebab nuzul secara mendetail. Selain itu, pada masa sahabat
belum ada kebutuhan yang mendesak dalal proses pemahaman Al-Qur’an yang memaksa
mereka untuk menerangkan sebab nuzul ayat satu persatu. Lebih jauh, pada masa
ini Rosulullah masih hidup, sehingga ketika mereka menghadapi sebuah problem,
dengan mudah bertanya langsung kepada Nabi SAW.
Hal
yang perlu dicacat adalah, riwayat-riwayat sahabat terkadang berbeda antara
satu dengan yang lain. Keberbedaan riwayat ini karena proses asbab nuzul
terjadi pada masa tabi’in yang hidup setelah masa sahabat. Sehingga tidak heran
jika mereka terkadang ragu terhadap keotentikan riwayat yang mereka dapatkan
dari para sahabat. Keragu-raguan itu semakin kuat katika mereka menadapati beberapa
riwayat asbab nuzul yang berbeda dalam satu ayat. Karena itulah Ibn Taimiyah
mengingatkan tentang pentingnya dikotomisasi antara riwayat yang menerangkan
asbab nuzul dan riwayat yang menerangkan tentang hukum.
C.
Macam-Macam
Asbab An-Nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang
turun, asbabun nuzul dapat dibagi kepada ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid (
sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat
atau kelompok ayat yang turun satu ) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid
(ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun lebih
dari satu sedang sebab turunnya satu ). sebab turun ayat disebut ta’addud
karena wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu, sebaliknya apabila satu
ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil.
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih
tentang sebab turun ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang
jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus
diteliti dan dianalisis, permasalahannya ada empat bentuk: Pertama, salah satu
dari keduanya shahih dan lainnya tidak. Kedua, keduanya
shahih akan tetapi salah satunya mempunyai penguat ( Murajjih ) dan lainnya
tidak. Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat (
Murajjih ). Akan tetapi, keduanya dapat diambil sekaligus. Keempat, keduanya
shahih, tidak mempunyai penguat ( Murajjih ) dan tidak mungkin mengambil
keduanya sekaligus.
D.
Kaidah Al-‘Ibrah
Ada
sebuah persoalan yang penting dalam pembahasan Asbab An-Nuzul, misalkan telah
terjadi peristiwa atau ada suatu pertanyaan , kemudian satu ayat turun untuk
memberikan penjelasanpen atau jawabannya, tetapi ungkapan ayat tersebut
menggunakan redaksi ‘amm (umum) hingga boleh jadi mempunyai cakupan yang lebih
luas dan tidak terbatas pada pertanyaan itu, maka persoalannya adalah apakah
ayat tersebut harus dipahami dari keumuman lafazh ataukah dari sebab khusus
(spesifik) itu. Dengan kata lain, apakah ayat itu berlaku secara khusus ataukah
umum? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat.
Mayoritas
para ulama berpendapat bahwa yang harus menjadi pertimbangan adalah keumuman
lafazh dan bukannya kekhususan sebab (al-‘ibrah bi ‘umumal-lafzhi bi khusus
as-sabab). Zamakhsyari dalam penafsiran surat Al-Humazah mengatakan bahwa boleh
jadi surat ini diturunkan karena sebab khusus, namun ancaman hukuman yang
tercakup di dalamnya jelas berlaku umum, mencakup semua orang yang berbuat
kejahatan yang disebutkan. Ibn Abbas pun mengatakan bahwa ayat tentang
kejahatan pencurian berlaku umum, tidak hanya bagi pelaku pencurian seseorang
wanita dalam Asbab An-Nuzul itu.
Ibn
Taimiyah berpendapat, bahwa banyak ayat yang diturunkan berkenaan dengan kasus
tertentu bahkan, kadang-kadang menunjuk pribadi seseorang, kemudian dipahami
sebagai berlaku umum. Disisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa
ungkapan satu lafazh Al-Qur’an harus dipandang dari segi kekhususan sebab bukan
dari segi keumuman lafazh (al-‘ibrah bi khusus as-sabab la bi bi’umum
al-lafazh).
Perlu
di berikan catatan bahwa perbedaan pendapat di atas hanya terjadi pada kasus
ayat yang bersifat umum dan tidak terdapat petunjuk bahwa ayat tersebut berlaku
khusus. Jika ternyata ada petunjuk demikian, seluruh ulama sepakat bahwa hukum
ayat itu hanya berlaku untuk kasus yang disebutkan itu.
KESIMPULAN
1.
Pengertian Asbab An-Nuzul
a. Menurut Az-Azarqani : Asbab
An-Nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan
turunnya ayat Al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.
b. Menurut Ash-Shabuni : Asbab
An-Nuzul adalah peristiwa atau kejafian yang menyebabkan turunnya satu atau
beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa atau kejadian tersebut,
baik nerupa pertanyaan yang di ajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan
dengan urusan agama.
c. Menurut Shubhi Shalih : Asabab
An-Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat Al-Qur’an
(ayat-ayat) terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai respon atasnya. Atau
sebagai penjelas hukum-hukum di saat peristiwa itu terjadi.
d. Menurut Mana’ As-Qthathan : Asbab
An-Nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Qur’an berkenaan
dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa
pertanyaan yang di ajukan kepada Nabi.
2. Kepentingan Dan Kegunaan
Asbab An-Nuzul
a. Membantu dalam memahami
sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an.
b. Mengatasi keraguan ayat yang
diduga mengandung pengertian umum.
c. Mengkhususkan hukum yang
terkandung dalam ayat Al-Qur’an, bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi
pegangan adalah sebab yang bersifat kkhusus (Khusus Al-Sabab) dan bukan lafazh
yang bersifat umum ( Umum Al-Lafazh).
d. Mengidentifikasikan pelaku
yang menyebabkan ayat Al-Qur’an turun.
e. Memudahkan untuk menghapal
dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati orang yang
mendengarnya.
3. Cara Mengetahui Asbab
An-Nuzul
Asbab An-Nuzul adalah
peristiwa yang terajdi pada zaman Rosulullah SAW. Oleh karena itu, tidak boleh
ada jalan lain untuk mengetahuinya selain berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (Naql Ash-Shalih)
dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-Qur’an.
4. Macam-Macam Asbab An-Nuzul
a. Dilihat dari suudt pandang
redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat Asbab An-Nuzul
1. Sharih (visionable/jelas)
2. Muhtamilah
(impossible/kemungkinan)
b. Dilihat dari sudut pandang
berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk satu Asbab
An-Nuzul
1. Berbilangnya Asbab An-Nuzul
untuk satu ayat (Ta’addud Al-Sabab Wa Nazil Al-Wahid)
2. Variasi ayat untuk satu sebab
(Ta’addud Al-Nazil Wa As-Sabab Al-Wahid)
5. Kaidah Al-Ibrah
Mayoritas ulama berpendapat bahwa pertimbangan
untuk satu lafazh Al-Qur’an adalah keumuman lafazh dan bukannya kekhususan
sebab (Al-‘Ibrah Bi ‘Umum Al-Lafzhi La Bi Khusus As-Sabab). Di sisi lain, ada
juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh Al-Qur’an harus di
pandang dari segi kekhususan sebab bukan dari keumuman lafazh (Al-‘Ibrah Bi
Khusus As-Sabab La Bi Bi’umum Al-Lafazh).
REFERENSI
Anwar,Abu,Drs,M.Ag.2002.Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar.Jakarta:Amzah
Anwar Rosihon,DR,M.Ag.2007.Ulum Qur’an.Bandung:Pustaka Setia
As-Shalih,Subhi,DR.1990.Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.Jakarta:Pustaka
Firdaus
H.Umar,Nasaruddin,Dr,Prof,MA,2010.Ulumul Qur’an.Jakarta:Al-Ghazali Center
Aadesanjaya.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar